Gitar Klinik


Setelah sekian lama berburu Gitar Klinik 1 (GK1) dan Gitar Klinik 2 (GK2) dalam versi mp3, perburuan itu membuahkan hasil. Sebuah situs ternama yang memiliki koleksi mp3 gratisan ternyata tidak lupa menyertakan dua album ini, yang menurut saya menjadi album wajib bagi gitaris-gitaris Indonesia. 

Kualitas gitaris-gitaris kita sebenarnya tidak kalah dengan gitaris impor dari luar negeri sana. Hanya saja, minimnya kesempatan untuk menunjukkan diri di tingkat internasional dan sedikitnya dana yang dimiliki untuk melakukan promosi, membuat kancah perjuangan gitaris-gitaris kita terhenti dalam batas teritorial Indonesia saja. Mungkin ada beberapa gitaris yang telah berhasil menunjukkan pamornya di luar negeri (termasuk yang nimbrung dalam album ini), tetapi sebagian besar hanya memiliki karier di Indonesia saja. 

Sebenarnya saya sudah memiliki kedua album ini dalam format pita kaset, tetapi mengingat kualitas suara kaset yang tidak bisa bertahan lama, format digital menjadi sebuah keharusan. Masalahnya, saya tidak bisa mendapatkan CD GK2 (apalagi GK1) di toko-toko kaset manapun. Original ataupun bajakan sebenarnya tidak menjadi masalah, yang penting CD itu bisa di-rip agar bisa dijadikan format mp3. Thanks to misshacker.com dan rapidshare yang menjadi solusi bagi kebuntuan ini.

Saya mengenal Gitar Klinik untuk pertama kali di sekitar tahun 1997 atau 1998, saat itu masih duduk di bangku SMP. Satu-satunya tabloid musik pada saat itu, MUMU, membahas tentang proses rekaman album ini, sekaligus gitaris-gitaris yang berkecimpung di dalamnya. 

Dengan kantong yang cekak, saya memutuskan untuk mengalokasikan uang jajan agar bisa membeli kaset GK1. Sebagian besar gitaris yang ada dalam album itu tidak pernah saya dengar, baik di media cetak ataupun elektronik. Pengecualian untuk Pay Siburian dan Eet Syahranie, yang pada saat itu sering saya baca di Hai dan Mumu (Pay terhitung sebagai mantan Gitaris Slank dan Eet sebagai gitaris Godbless).

Pada jaman itu, album ini sangat unik, karena RotorCorp (perusahaan yang memproduseri album ini) berani membuat album yang secara komersial dapat dipastikan tidak akan sukses. Dunia musik pada saat itu masih didominasi oleh aliran pop-alternatif (produk dari album Indie Ten), ataupun band-band Ska yang mulai naik daun. 

Album instrumental seperti GK1 ini hanya mendapatkan sedikit perhatian, bahkan Mumu hanya memuatnya dalam satu edisi saja. Sedangkan GK2 dirilis sekitar tahun 2004, ketika musik Indonesia sudah mulai terbuka kepada berbagai genre musik, disertai dengan berbagai kemudahan untuk membuat sebuah album. 

Patut diingat, pada pertengahan 1990an, rekaman digital belum semenjamur sekarang. Jika saat ini siswa SMP bisa merekam satu lagu dengan bermodalkan 300 ribu dari patungan, dulu masih harus menggunakan perangkan analog yang harganya bisa jutaan rupiah. 

Tetapi, meski allbum GK2 dirilis di era yang lebih open-minded, mayoritas gitaris-gitaris yang terlibat di dalamnya tetap didominasi oleh mereka yang bermusik di jalur solo, dengan mengecualikan Oncy yang saat itu telah bergabung dengan Ungu (sebelumnya berada di Funky Kopral). Nasib dari GK2 pun sebenarnya tidak jauh beda dengan GK1, tidak mendapatkan liputan media yang cukup besar, karena dapat dimaklumi, album seperti ini sangatlah segmented, dan pangsa pasarnya pun sangat terbatas.

Ada perbedaan yang saya rasakan ketika membandingkan GK1 dengan GK2. Gitaris yang nimbrung di GK1 masih kental dipengaruhi oleh style rock ala 80an, sedangkan GK2 mencampurkan seluruh generasi dari 70an hingga 90an. Meski demikian, apa yang disuguhkan oleh gitaris-gitaris Indonesia dalam GK1 dan GK2 menjadi sebuah referensi wajib bagi mereka yang menekuni gitar sebagai instrumen utama dalam bermusiknya.

Comments