The Broker - John Grisham (2007)

Semenjak saya menginjak bangku kuliah di fakultas hukum, karya-karya milik John Grisham seakan menjadi second textbooks yang bersifat komplementer untuk timbunan buku kuliah lainnya.

Kita seakan belum sah menjadi mahasiswa fakultas hukum jika belum membaca satu saja karya John Grisham. “Grisham” memang seakan menjadi sinonim bagi genre legal thriller, meski tak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa penulis lain yang ikut “bermain” dalam genre ini, misalnya Scott Turow, Harper Lee, Irving Wallace, dan masih banyak lagi (lihat : http://en.wikipedia.org/wiki/Legal_thriller).

Novelnya pun tak sedikit yang diangkat ke layar lebar, seperti The Firm, The Client, hingga The Rainmaker.

Dalam beberapa karyanya, Grisham pernah sedikit melenceng dari jalurnya sebagai penulis legal thriller, misalnya melalui A Painted House, Bleachers, dan Skipping Christmas. Kesemuanya juga masih bisa masuk jajaran best-seller seperti novel-novel Grisham sebelumnya. Langkah ini kemudian dia lakukan lagi melalui novel The Broker, yang lebih mirip novel spionase, meskipun si karakter utamanya memiliki pekerjaan sebagai seorang pengacara.

The Broker menceritakan tentang seorang pengacara sekaligus power broker kelas kakap di Washington DC, yaitu Joel Backman, yang mendapatkan grasi dari Presiden Amerika Serikat (AS). Dirinya dianggap memiliki perangkat lunak yang dapat membahayakan keamanan nasional AS (national security) apabila perangkat itu dijual pada pihak lain yang berpotensi untuk mengganggu stabilitas AS.

Konsekuensi dari diberikannya grasi, Joel Backman harus hidup dengan identitas lain di belahan bumi lain, agar pihak-pihak yang berkepentingan dengan Joel Backman kesulitan untuk melacaknya. Namun itu semua hanyalah bagian dari skenario CIA, yang sesungguhnya justru menginginkan agar Joel Backman dibunuh.

CIA sendiri terhalang undang-undang federal AS yang melarang pembunuhan atas warga negara AS meskipun dengan alasan national security. Akhirnya CIA justru membocorkan informasi mengenai identitas baru Backman kepada badan-badan intelijen negara lain.

Saya cukup sering membaca novel spionase karya Tom Clancy, Robert Ludlum, ataupun David Baldacci. Ketiganya mampu mengonstruksikan spionase melalui racikan kalimat-kalimat dalam novelnya, sehingga pembaca seakan turut serta dalam proses spionase. Ketiganya pun mampu untuk membangun latar belakang cerita, lengkap dengan berbagai perangkat spionase dan kultur spionase itu sendiri, sehingga kita seakan mendapatkan edukasi mengenai spionase tanpa harus mengerutkan kening di ruang kuliah. Sayangnya, John Grisham tidak mampu melakukan hal-hal itu dalam novelnya kali ini.

Berbeda dengan novel-novel sebelumnya yang ber-genre legal thriller, Grisham seakan kehilangan taringnya ketika menulis novel ini. Gaya penceritaannya memang masih merepresentasikan Grisham, namun seakan kurang berbobot. Apabila Grisham mampu membangkitkan suasana ruang persidangan dalam A Time To Kill, dan membuat orang membayangkan pekerjaan pengacara dengan baik melalui The Firm, dirinya justru gagal untuk membangun suasana spionase dalam novel ini.

Grisham tak mengelaborasi lebih dalam mengenai proses perlindungan saksi yang berada dalam naungan intelijen. Padahal disitulah letak kekuatan dari novel spionase, yang mengutamakan pentingnya abstraksi terhadap identitas.

Lalu, perangkat lunak bernama JAM yang menjadi sumber masalah bagi Joel Backman seakan hanya menjadi cerita sampingan belaka. Jika JAM bisa digali lebih jauh, entah itu dengan fakta-fakta terkini di lapangan intelijen, atau sekedar menceritakan sejarahnya (misalnya ada sebuah sistem yang agak mirip), kita bisa lebih menikmati fantasi terhadap dunia spionase dengan lebih baik.

Satu hal yang yang juga terlewatkan, konspirasi. Novel spionase tak akan jauh-jauh berpaling dari tema ini, yang dapat dilihat dari ketiga penulis novel spionase yang telah saya sebutkan tadi. Grisham agak kedodoran mengangkat suasana konspirasi dalam karyanya ini, sehingga menjadikan karakter-karakter di sekitar Joel Backman hanya sekedar angin lalu saja. Padahal, sesungguhnya, banyak karakter di sekitar Backman yang sangat berpotensi untuk menjadikan plot cerita lebih konspiratif.

Grisham sendiri seakan melakukan pembelaan terhadap bukunya ini melalui catatan di bagian akhir novelnya. Dia mengakui bahwa dia tidak mengetahui apapun soal spionase, baik itu alat pengintaian, alat penyadap, smartphone, dan lainnya.

Padahal Sidney Sheldon, seorang penulis novel all around, yang jarang menulis tentang spionase dan konspirasi atau tema-tema berat lainnya, justru mampu membangun cerita yang sangat baik melalui The Doomsday Conspiracy. Bahkan Sidney Sheldon melakukan riset yang cukup mendalam untuk menulis karyanya itu.

Apakah John Grisham terlalu malas untuk melakukan riset mengenai spionase dan konspirasi? Entahlah. Dirinya sendiri menyatakan bahwa “riset” adalah sebuah kata yang terlalu berlebihan. Menurut saya, novel ini tak ubahnya pengejaran terhadap seorang kriminal yang diberikan sedikit *sangat sedikit* bumbu spionase.

Kebetulan saja yang mengejar kriminal itu adalah badan-badan intelijen. Apabila CIA, Mossad, ataupun seluruh badan intelijen dalam novel ini dihilangkan, dan diganti dengan organisasi lain, maka jalan ceritanya tak akan terlalu banyak berpengaruh.

Bagi anda yang belum mengenal karya-karya Grisham secara, khususnya melalui novel ber-genre legal thriller, saya tidak menyarankan untuk membaca The Broker sebagai inisiasi. Bagi anda yang sudah menjadi pecandu John Grisham, bersiap-siaplah untuk kecewa.

Comments